Photobucket

Kamis, Januari 14, 2010

ISLAM ADALAH AGAMA YANG MUDAH

Oleh
Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas



Islam adalah agama yang mudah dan sesuai dengan fitrah manusia. Islam adalah agama yang tidak sulit. Allah Azza wa Jalla menghendaki kemudahan kepada umat manusia dan tidak menghendaki kesusahan kepada mereka. Allah Allah Azza wa Jalla mengutus Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam sebagai rahmat.

"Artinya : Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad), melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” [Al-Anbiyaa’: 107]

Allah menurunkan Al-Qur'an untuk membimbing manusia kepada kemudahan, keselamatan, kebahagiaan dan tidak membuat manusia celaka, sebagaimana firman Allah Azza wa Jalla.

"Artinya : “Kami tidak menurunkan Al-Qur'an ini kepadamu (Muhammad) agar engkau menjadi susah; melainkan sebagai peringatan bagi orang yang takut (kepada Allah), diturunkan dari (Allah) yang menciptakan bumi dan langit yang tinggi.” [Thaahaa: 2-4]

Sebagai contoh tentang kemudahan Islam:

[1]. Menuntut ilmu syar’i, belajar Al-Qur'an dan As-Sunnah menurut pemahaman Salaf adalah mudah. Kita dapat belajar setiap hari atau sepekan dua kali, di sela-sela waktu kita yang sangat luang.

[2]. Mentauhidkan Allah dan beribadah hanya kepada-Nya adalah mudah.

[3]. Melaksanakan Sunnah-Sunnah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah mudah, seperti memanjangkan jenggot, memakai pakaian di atas mata kaki, dan lainnya.

[4]. Shalat hanya diwajibkan 5 waktu dalam 24 jam. Orang yang khusyu’ dalam shalat, paling lama 10 menit, dalam hitungan hari ia melaksanakan shalatnya dalam sehari hanya 50 menit dalam waktu 24 x 60 menit.

[5]. Orang sakit wajib shalat, boleh sambil duduk atau berbaring jika tidak mampu berdiri.

[6]. Jika tidak ada air (untuk bersuci), maka dibolehkan tayammum.

[7]. Jika terkena najis, hanya dicuci bagian yang terkena najis, (agama lain harus menggunting pakaian tersebut dan dibuang).

[8]. Musafir disunnahkan mengqashar (meringkas) shalat dan boleh menjama’ (menggabung) dua shalat apabila dibutuhkan, seperti shalat Zhuhur dengan ‘Ashar, dan Maghrib dengan ‘Isya'.

[9]. Seluruh permukaan bumi ini dijadikan untuk tempat shalat dan boleh dipakai untuk bersuci (tayammum).

[10]. Puasa hanya wajib selama satu bulan, yaitu pada bulan Ramadlan setahun sekali.

[11]. Orang sakit dan musafir boleh tidak berpuasa asal ia mengganti puasa pada hari yang lain, demikian juga orang yang nifas dan haidh.

[12]. Orang yang sudah tua renta, perempuan hamil dan menyusui apabila tidak mampu boleh tidak berpuasa, dengan menggantinya dalam bentuk fidyah. [2]

[13]. Zakat hanya wajib dikeluarkan sekali setahun, bila sudah sampai nishab dan haul.

[14]. Haji hanya wajib sekali seumur hidup. Barangsiapa yang ingin menambah, maka itu hanyalah sunnah. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah ditanya oleh al-Aqra’ bin Habis tentang berapa kali haji harus ditunaikan, apakah harus setiap tahun ataukah hanya cukup sekali seumur hidup? Maka beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab.

"Artinya : “Haji itu (wajibnya) satu kali, barangsiapa yang ingin menambah, maka itu sunnah” [3]

[15]. Memakai jilbab mudah dan tidak berat bagi muslimah sesuai dengan syari’at Islam. Untuk masalah jilbab silahkan lihat kitab Jilbab Mar'ah Muslimah oleh Syaikh Imam Muhammad Nashirudin al-Albani rahimahullahu

[16]. Qishash (balas bunuh) hanya untuk orang yang membunuh orang lain dengan sengaja.[4]

Allah Azza wa Jalla menginginkan kemudahan dan tidak menginginkan kesulitan atas hamba-Nya. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta'ala

“...Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu...” [Al-Baqarah: 185]

“...Allah tidak ingin menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, agar kamu bersyukur.” [Al-Maa-idah: 6]

“... Dan Dia tidak menjadikan kesukaran untukmu dalam agama ...” [Al-Hajj: 78]

Agama Islam adalah agama yang sesuai dengan fitrah manusia, baik dalam hal ‘aqidah, syari’at, ibadah, muamalah dan lainnya. Allah Allah Azza wa Jalla menyuruh manusia untuk menghadap dan masuk ke agama fitrah. Allah Allah Azza wa Jalla berfirman.

"Artinya : “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Islam); (sesuai) fitrah Allah yang Dia telah menciptakan manusia menurut (fitrah) itu. Tidak ada perubahan pada ciptaan Allah. (Itulah) agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” [Ar-Ruum: 30]

Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

"Artinya : Tidaklah seorang bayi dilahirkan kecuali dalam keadaan fitrah, maka kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi.” [5]

Tidak mungkin, Allah Allah Azza wa Jalla yang telah menciptakan manusia, kemudian Allah Allah Azza wa Jalla memberikan beban kepada hamba-hamba-Nya apa yang mereka tidak sanggup lakukan, Mahasuci Allah dari sifat yang demikian.

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman

"Artinya : Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.” [Al-Baqarah: 286]

Tidak ada hal apa pun yang sulit dalam Islam. Allah Azza wa Jalla tidak akan membebankan sesuatu yang manusia tidak mampu melaksanakannya.

Sabda Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa sallam

"Artinya : Sesungguhnya agama (Islam) itu mudah. Tidaklah seseorang mempersulit (berlebih-lebihan) dalam agamanya kecuali akan terkalahkan (tidak dapat melaksanakannya dengan sempurna). Oleh karena itu, berlaku luruslah, sederhana (tidak melampaui batas), dan bergembiralah (karena memperoleh pahala) serta memohon pertolongan (kepada Allah) dengan ibadah pada waktu pagi, petang dan sebagian malam.” [6]

Orang yang menganggap Islam itu berat, keras, dan sulit, hal tersebut hanya muncul karena.

[1]. Kebodohan tentang Islam, umat Islam tidak belajar Al-Qur'an dan As-Sunnah yang shahih menurut pemahaman Shahabat, tidak mau menuntut ilmu syar’i.

[2]. Mengikuti hawa nafsu. Orang yang mengikuti hawa nafsu, hanya akan menganggap mudah apa-apa yang sesuai dengan hawa nafsunya.

[3]. Banyak berbuat dosa dan maksiyat, sebab dosa dan maksiyat menghalangi seseorang untuk berbuat kebajikan dan selalu merasa berat untuk melakukannya.

[4]. Mengikuti agama nenek moyang dan mengikuti banyaknya pendapat orang. Jika ia mengikuti Al-Qur'an dan As-Sunnah, niscaya ia akan mendapat hidayah dan Allah Allah Azza wa Jalla akan memudahkan ia dalam menjalankan agamanya.

Allah Azza wa Jalla mengutus Rasul-Nya Shallallahu 'alaihi wa sallam untuk menghilangkan beban dan belenggu-belenggu yang ada pada manusia, sebagaimana yang tersurat dalam Al-Qur'an:

"Artinya : (Yaitu) orang-orang yang mengikuti Rasul, Nabi yang ummi (tidak bisa baca tulis), yang (namanya) mereka dapati tertulis dalam kitab Taurat dan Injil yang ada di pada mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma’ruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dan membebaskan dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Adapun orang-orang yang beriman kepadanya, memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al-Qur-an), mereka itulah orang-orang yang beruntung.” [Al-A’raaf: 157]

Dalam syari’at yang dibawa oleh Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak ada lagi beban-beban berat yang dipikulkan kepada Bani Israil. Di antara beban berat itu ialah:

• Saling membunuh penyembah sapi. [7]
• Mewajibkan qishas pada pembunuhan baik yang disengaja ataupun tidak, tanpa memperbolehkan membayar diyat.
• Memotong anggota badan yang melakukan kesalahan.
• Melarang makan dan tidur bersama istrinya yang sedang haidh.
• Membuang atau menggunting kain yang terkena najis.

Kemudian Islam datang menjelaskan dengan mudah, seperti pakaian yang terkena najis wajib dicuci namun tidak digunting.[8]

Syari’at Islam adalah mudah. Kemudahan syari’at Islam berlaku dalam semua hal, baik dalam ushul (pokok) maupun furu’ (cabang), baik tentang ‘aqidah, ibadah, akhlak, mu’amalah, jual beli, pinjam meminjam, pernikahan, hukuman dan lainnya.

Semua perintah dalam Islam mengandung banyak manfaat. Sebaliknya, semua larangan dalam Islam mengandung banyak kemudharatan di dalamnya. Maka, kewajiban atas kita untuk sungguh-sungguh memegang teguh syari’at Islam dan mengamalkannya.

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.

"Artinya : Permudahlah dan jangan mempersulit, berikanlah kabar gembira dan jangan membuat orang lari” [9]

[Disalin dari buku Prinsip Dasar Islam Menutut Al-Qur’an dan As-Sunnah yang Shahih, Penulis Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Pustaka At-Taqwa Po Box 264 Bogor 16001, Cetakan ke 2]


__________
Foote Note
[1]. Pembahasan ini diambil dari Kamaluddin al-Islami oleh Syaikh ‘Abdullah bin Jarullah bin Ibrahim (hal. 42) dan Shuwarun min Samaahatil Islaam oleh DR. ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdurrahman bin ‘Ali ar-Rabii’ah, cet. Darul Mathbu’aat al-Haditsah, Jeddah th. 1406 H, dan kitab-kitab lainnya.
[2]. Lihat Irwaa-ul Ghalil fii Takhriiji Ahaadits Manaaris Sabiil (IV/17-25) juga Shifat Shaumin Nabiy (hal. 80-85) oleh Syaikh Salim al-Hilaly dan Syaikh ‘Ali Hasan ‘Ali ‘Abdul Hamid, cet. Maktabah al-Islamiyyah, th. 1412 H.
[3]. HR. Abu Dawud (no. 1721), al-Hakim (II/293), an-Nasa-i (V/111), dan Ibnu Majah (no. 2886), lafazh ini milik Abu Dawud.
[4]. Lihat QS. Al-Baqarah 178-179.
[5]. HR. Al-Bukhari (no. 1358) dan Muslim (no. 2658), dari Shahabat Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu
[6]. HR. Al-Bukhari (no. 39), Kitabul Iman bab Addiinu Yusrun, dan an-Nasa'i (VIII/122), dari Shahabat Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu
[7]. Lihat surat al-Baqarah ayat 54.
[8]. Lihat Shuwarun min Samaahatil Islaam oleh Dr. ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdur Rahman bin ‘Ali ar-Rabii’ah.
[9]. HR. Al-Bukhari (no. 69, 6125), Muslim (no. 1734) dan Ahmad (III/131) dari Shahabat Anas Radhiyallahu anhu. Lafazh ini milik al-Bukhari.



Baca Selengkapnya Yuuuk......

Rabu, Januari 06, 2010

Nasehat untuk Remaja Muslim!!!

Kami persembahkan nasehat ini untuk saudara-saudara kami terkhusus para pemuda dan remaja muslim. Mudah-mudahan nasehat ini dapat membuka mata hati mereka sehingga mereka lebih tahu tentang siapa dirinya sebenarnya, apa kewajiban yang harus mereka tunaikan sebagai seorang muslim, agar mereka merasa bahwa masa muda ini tidak sepantasnya untuk diisi dengan perkara yang bisa melalaikan mereka dari mengingat Allah subhanahu wata’ala

sebagai penciptanya, agar mereka tidak terus-menerus bergelimang ke dalam kehidupan dunia yang fana dan lupa akan negeri akhirat yang kekal abadi.

Wahai para pemuda muslim, tidakkah kalian menginginkan kehidupan yang bahagia selamanya? Tidakkah kalian menginginkan jannah (surga) Allah subhanahu wata’ala yang luasnya seluas langit dan bumi?

Ketahuilah, jannah Allah subhanahu wata’ala itu diraih dengan usaha yang sungguh-sungguh dalam beramal. Jannah itu disediakan untuk orang-orang yang bertaqwa yang mereka tahu bahwa hidup di dunia ini hanyalah sementara, mereka merasa bahwa gemerlapnya kehidupan dunia ini akan menipu umat manusia dan menyeret mereka kepada kehidupan yang sengsara di negeri akhirat selamanya. Allah subhanahu wata’ala berfirman:

وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ

“Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.” (Ali ‘Imran: 185)

Untuk Apa Kita Hidup di Dunia?


Wahai para pemuda, ketahuilah, sungguh Allah subhanahu wata’ala telah menciptakan kita bukan tanpa adanya tujuan. Bukan pula memberikan kita kesempatan untuk bersenang-senang saja, tetapi untuk meraih sebuah tujuan mulia. Allah subhanahu wata’ala berfirman:

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ

“Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku.” (Adz Dzariyat: 56)

Beribadah kepada Allah subhanahu wata’ala dengan menjalankan segala perintah-Nya dan menjauhi semua larangan-Nya. Itulah tugas utama yang harus dijalankan oleh setiap hamba Allah.

Dalam beribadah, kita dituntut untuk ikhlas dalam menjalankannya. Yaitu dengan beribadah semata-mata hanya mengharapkan ridha dan pahala dari Allah subhanahu wata’ala. Jangan beribadah karena terpaksa, atau karena gengsi terhadap orang-orang di sekitar kita. Apalagi beribadah dalam rangka agar dikatakan bahwa kita adalah orang-orang yang alim, kita adalah orang-orang shalih atau bentuk pujian dan sanjungan yang lain.

Umurmu Tidak Akan Lama Lagi!!

Wahai para pemuda, jangan sekali-kali terlintas di benak kalian: beribadah nanti saja kalau sudah tua, atau mumpung masih muda, gunakan untuk foya-foya. Ketahuilah, itu semua merupakan rayuan setan yang mengajak kita untuk menjadi teman mereka di An Nar (neraka).

Tahukah kalian, kapan kalian akan dipanggil oleh Allah subhanahu wata’ala, berapa lama lagi kalian akan hidup di dunia ini? Jawabannya adalah sebagaimana firman Allah subhanahu wata’ala:

وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ مَاذَا تَكْسِبُ غَدًا وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ بِأَيِّ أَرْضٍ تَمُوتُ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ

“Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui apa yang akan dilakukannya besok. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.” (Luqman: 34)

Wahai para pemuda, bertaqwalah kalian kepada Allah subhanahu wata’ala. Mungkin hari ini kalian sedang berada di tengah-tengah orang-orang yang sedang tertawa, berpesta, dan hura-hura menyambut tahun baru dengan berbagai bentuk maksiat kepada Allah subhanahu wata’ala, tetapi keesokan harinya kalian sudah berada di tengah-tengah orang-orang yang sedang menangis menyaksikan jasad-jasad kalian dimasukkan ke liang lahad (kubur) yang sempit dan menyesakkan.

Betapa celaka dan ruginya kita, apabila kita belum sempat beramal shalih. Padahal, pada saat itu amalan diri kita sajalah yang akan menjadi pendamping kita ketika menghadap Allah subhanahu wata’ala. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

يَتْبَعُ الْمَيِّتَ ثَلاَثَةٌ: أَهْلُهُ وَمَالُهُ وَعَمَلُهُ, فَيَرْجِعُ اثْنَانِ وَيَبْقَى وَاحِدٌ, يَرْجِعُ أَهْلُهُ وَمَالُهُ وَيَبْقَى عَمَلُهُ.

“Yang mengiringi jenazah itu ada tiga: keluarganya, hartanya, dan amalannya. Dua dari tiga hal tersebut akan kembali dan tinggal satu saja (yang mengiringinya), keluarga dan hartanya akan kembali, dan tinggal amalannya (yang akan mengiringinya).” (Muttafaqun ‘Alaihi)

Wahai para pemuda, takutlah kalian kepada adzab Allah subhanahu wata’ala. Sudah siapkah kalian dengan timbangan amal yang pasti akan kalian hadapi nanti. Sudah cukupkah amal yang kalian lakukan selama ini untuk menambah berat timbangan amal kebaikan.

Betapa sengsaranya kita, ketika ternyata bobot timbangan kebaikan kita lebih ringan daripada timbangan kejelekan. Ingatlah akan firman Allah subhanahu wata’ala:

فَأَمَّا مَنْ ثَقُلَتْ مَوَازِينُهُ فَهُوَ فِي عِيشَةٍ رَاضِيَةٍ وَأَمَّا مَنْ خَفَّتْ مَوَازِينُهُ فَأُمُّهُ هَاوِيَةٌ وَمَا أَدْرَاكَ مَا هِيَهْ نَارٌ حَامِيَةٌ

“Dan adapun orang-orang yang berat timbangan (kebaikan)nya, maka dia berada dalam kehidupan yang memuaskan. Dan adapun orang-orang yang ringan timbangan (kebaikan)nya, maka tempat kembalinya adalah neraka Hawiyah. Tahukah kamu apakah neraka Hawiyah itu? (Yaitu) api yang sangat panas.” (Al Qari’ah: 6-11)

Bersegeralah dalam Beramal!!!

Wahai para pemuda, bersegeralah untuk beramal kebajikan, dirikanlah shalat dengan sungguh-sungguh, ikhlas dan sesuai tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Karena shalat adalah yang pertama kali akan dihisab nanti pada hari kiamat, sebagaimana sabdanya:

إِنَّ أَوَّلَ مَا يُحَاسَبُ النَّاسُ بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ أَعْمَالِهِمْ الصَّلاَةُ

“Sesungguhnya amalan yang pertama kali manusia dihisab dengannya di hari kiamat adalah shalat.” (HR. At Tirmidzi, An Nasa`i, Abu Dawud, Ibnu Majah dan Ahmad. Lafazh hadits riwayat Abu Dawud no.733)

Bagi laki-laki, hendaknya dengan berjama’ah di masjid. Banyaklah berdzikir dan mengingat Allah subhanahu wata’ala. Bacalah Al Qur’an, karena sesungguhnya ia akan memberikan syafaat bagi pembacanya pada hari kiamat nanti.

Banyaklah bertaubat kepada Allah subhanahu wata’ala. Betapa banyak dosa dan kemaksiatan yang telah kalian lakukan selama ini. Mudah-mudahan dengan bertaubat, Allah subhanahu wata’ala akan mengampuni dosa-dosa kalian dan memberi pahala yang dengannya kalian akan memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat.

Wahai para pemuda, banyak-banyaklah beramal shalih, pasti Allah subhanahu wata’ala akan memberi kalian kehidupan yang bahagia, dunia dan akhirat. Allah subhanahu wata’ala berfirman:

مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ

“Barangsiapa yang mengerjakan amal shalih, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik.” (An Nahl: 97)

Engkau Habiskan untuk Apa Masa Mudamu?

Pertanyaan inilah yang akan diajukan kepada setiap hamba Allah subhanahu wata’ala pada hari kiamat nanti. Sebagaimana yang diberitakan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam salah satu haditsnya:

لاَ تَزُوْلُ قَدَمُ ابْنِ آدَمَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ عِنْدِ رَبِّهِ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ خَمْسٍ : عَنْ عُمْرِهِ فِيْمَا أَفْنَاهُ وَعَنْ شَبَابِهِ فِيْمَا أَبْلاَهُ وَمَالِهِ مِنْ أَيْنَ اكْتَسَبَهُ وَفِيْمَا أَنْفَقَهُ وَمَاذَا عَمِلَ فِيْمَا عَلِمَ.

“Tidak akan bergeser kaki anak Adam (manusia) pada hari kiamat nanti di hadapan Rabbnya sampai ditanya tentang lima perkara: umurnya untuk apa dihabiskan, masa mudanya untuk apa dihabiskan, hartanya dari mana dia dapatkan dan dibelanjakan untuk apa harta tersebut, dan sudahkah beramal terhadap ilmu yang telah ia ketahui.” (HR. At Tirmidzi no. 2340)

Sekarang cobalah mengoreksi diri kalian sendiri, sudahkah kalian mengisi masa muda kalian untuk hal-hal yang bermanfaat yang mendatangkan keridhaan Allah subhanahu wata’ala? Ataukah kalian isi masa muda kalian dengan perbuatan maksiat yang mendatangkan kemurkaan-Nya?

Kalau kalian masih saja mengisi waktu muda kalian untuk bersenang-senang dan lupa kepada Allah subhanahu wata’ala, maka jawaban apa yang bisa kalian ucapkan di hadapan Allah subhanahu wata’ala Sang Penguasa Hari Pembalasan? Tidakkah kalian takut akan ancaman Allah subhanahu wata’ala terhadap orang yang banyak berbuat dosa dan maksiat? Padahal Allah subhanahu wata’ala telah mengancam pelaku kejahatan dalam firman-Nya:

مَنْ يَعْمَلْ سُوءًا يُجْزَ بِهِ وَلَا يَجِدْ لَهُ مِنْ دُونِ اللَّهِ وَلِيًّا وَلَا نَصِيرًا

“Barangsiapa yang mengerjakan kejahatan, niscaya akan diberi pembalasan dengan kejahatan itu dan ia tidak mendapat pelindung dan tidak (pula) penolong baginya selain dari Allah.” (An Nisa’: 123)

Bukanlah masa tua yang akan ditanyakan oleh Allah subhanahu wata’ala. Oleh karena itu, pergunakanlah kesempatan di masa muda kalian ini untuk kebaikan.

Ingat-ingatlah selalu bahwa setiap amal yang kalian lakukan akan dipertanggungjawabkan kelak di hadapan Allah subhanahu wata’ala.

Jauhi Perbuatan Maksiat!!!

Apa yang menyebabkan Adam dan Hawwa dikeluarkan dari Al Jannah (surga)? Tidak lain adalah kemaksiatan mereka berdua kepada Allah subhanahu wata’ala. Mereka melanggar larangan Allah subhanahu wata’ala karena mendekati sebuah pohon di Al Jannah, mereka terbujuk oleh rayuan iblis yang mengajak mereka untuk bermaksiat kepada Allah subhanahu wata’ala.

Wahai para pemuda, senantiasa iblis, setan, dan bala tentaranya berupaya untuk mengajak umat manusia seluruhnya agar mereka bermaksiat kepada Allah subhanahu wata’ala, mereka mengajak umat manusia seluruhnya untuk menjadi temannya di neraka. Sebagaimana yang Allah subhanahu wata’ala jelaskan dalam firman-Nya (yang artinya):

إِنَّ الشَّيْطَانَ لَكُمْ عَدُوٌّ فَاتَّخِذُوهُ عَدُوًّا إِنَّمَا يَدْعُو حِزْبَهُ لِيَكُونُوا مِنْ أَصْحَابِ السَّعِيرِ

“Sesungguhnya setan itu adalah musuh bagimu, maka jadikanlah ia musuh(mu), karena sesungguhnya setan-setan itu mengajak golongannya supaya mereka menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala.” (Fathir: 6)

Setiap amalan kejelekan dan maksiat yang engkau lakukan, walaupun kecil pasti akan dicatat dan diperhitungkan di sisi Allah subhanahu wata’ala. Pasti engkau akan melihat akibat buruk dari apa yang telah engkau lakukan itu. Allah subhanahu wata’ala berfirman (yang artinya):

وَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَرَهُ

“Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sekecil apapun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya.” (Az Zalzalah: 8)

Setan juga menghendaki dengan kemaksiatan ini, umat manusia menjadi terpecah belah dan saling bermusuhan. Jangan dikira bahwa ketika engkau bersama teman-temanmu melakukan kemaksiatan kepada Allah subhanahu wata’ala, itu merupakan wujud solidaritas dan kekompakan di antara kalian. Sekali-kali tidak, justru cepat atau lambat, teman yang engkau cintai menjadi musuh yang paling engkau benci. Allah subhanahu wata’ala berfirman:

إِنَّمَا يُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَنْ يُوقِعَ بَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةَ وَالْبَغْضَاءَ فِي الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ وَيَصُدَّكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَعَنِ الصَّلَاةِ فَهَلْ أَنْتُمْ مُنْتَهُونَ

“Sesungguhnya setan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu karena (meminum) khamr dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan shalat, maka berhentilah kamu (dari mengerjakan perbuatan itu).” (Al Maidah: 91)

Demikianlah setan menjadikan perbuatan maksiat yang dilakukan manusia sebagai sarana untuk memecah belah dan menimbulkan permusuhan di antara mereka.

Ibadah yang Benar Dibangun di atas Ilmu

Wahai para pemuda, setelah kalian mengetahui bahwa tugas utama kalian hidup di dunia ini adalah untuk beribadah kepada Allah subhanahu wata’ala semata, maka sekarang ketahuilah bahwa Allah subhanahu wata’ala hanya menerima amalan ibadah yang dikerjakan dengan benar. Untuk itulah wajib atas kalian untuk belajar dan menuntut ilmu agama, mengenal Allah subhanahu wata’ala, mengenal Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wasallam, dan mengenal agama Islam ini, mengenal mana yang halal dan mana yang haram, mana yang haq (benar) dan mana yang bathil (salah), serta mana yang sunnah dan mana yang bid’ah.

Dengan ilmu agama, kalian akan terbimbing dalam beribadah kepada Allah subhanahu wata’ala, sehingga ibadah yang kalian lakukan benar-benar diterima di sisi Allah subhanahu wata’ala. Betapa banyak orang yang beramal kebajikan tetapi ternyata amalannya tidak diterima di sisi Allah subhanahu wata’ala, karena amalannya tidak dibangun di atas ilmu agama yang benar.

Oleh karena itu, wahai para pemuda muslim, pada kesempatan ini, kami juga menasehatkan kepada kalian untuk banyak mempelajari ilmu agama, duduk di majelis-majelis ilmu, mendengarkan Al Qur’an dan hadits serta nasehat dan penjelasan para ulama. Jangan sibukkan diri kalian dengan hal-hal yang kurang bermanfaat bagi diri kalian, terlebih lagi hal-hal yang mendatangkan murka Allah subhanahu wata’ala.

Ketahuilah, menuntut ilmu agama merupakan kewajiban bagi setiap muslim, maka barangsiapa yang meninggalkannya dia akan mendapatkan dosa, dan setiap dosa pasti akan menyebabkan kecelakaan bagi pelakunya.

طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيْضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ.

“Menuntut ilmu agama itu merupakan kewajiban bagi setiap muslim.” (HR. Ibnu Majah no.224)

Akhir Kata

Semoga nasehat yang sedikit ini bisa memberikan manfaat yang banyak kepada kita semua. Sesungguhnya nasehat itu merupakan perkara yang sangat penting dalam agama ini, bahkan saling memberikan nasehat merupakan salah satu sifat orang-orang yang dijauhkan dari kerugian, sebagaimana yang Allah subhanahu wata’ala firmankan dalam surat Al ‘Ashr:

وَالْعَصْرِ (1) إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ (2) إِلَّا الَّذِينَ آَمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ

“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shalih dan nasehat- menasehati dalam kebenaran dan nasehat-menasehati supaya menetapi kesabaran.” (Al ‘Ashr: 1-3)

Wallahu ta‘ala a’lam bishshowab.

Sumber: Buletin Al-Ilmu, Penerbit Yayasan As-Salafy Jember

Baca Selengkapnya Yuuuk......

Kamis, Desember 31, 2009

KOREKSI TERHADAP KEPERCAYAAN MASYARAKAT SEPUTAR MUHARRAM (SURO)

Oleh: Ustadz Abu Nu’aim Al-Atsari

Muharram (Suro) dalam kacamata masyarakat, khususnya Jawa, merupakan bulan keramat. Sehingga mereka tidak punya keberanian untuk menyelenggarkan suatu acara terutama hajatan dan pernikahan. Bila tidak di indahkan akan menimbulkan petaka dan kesengsaraan bagi mempelai berdua dalam mengarungi bahtera kehidupan. Hal ini diakui oleh seorang tokoh keraton Solo. Bahkan katanya : “Pernah ada yang menyelenggarakan pernikahan di bulan Suro (Muharram), dan ternyata tertimpa musibah!”. Maka kita lihat, bulan ini sepi dari berbagai acara. Selain itu, untuk memperoleh kesalamatan diadakan berbagai kegiatan. Sebagian masyarakat mengadakan tirakatan pada malam satu Suro (Muharram), entah di tiap desa, atau tempat lain seperti puncak gunung. Sebagiannya lagi mengadakan sadranan, berupa pembuatan nasi tumpeng yang dihiasi aneka lauk dan kembang lalu di larung (dihanyutkan) di laut selatan disertai kepala kerbau. Mungkin supaya sang ratu pantai selatan berkenan memberikan berkahnya dan tidak mengganggu. Peristiwa seperti ini dapat disaksikan di pesisir pantai selatan seperti Tulungagung, Cilacap dan lainnya.

Acara lain yang menyertai Muharram (Suro) dan sudah menjadi tradisi adalah kirab kerbau bule yang terkenal dengan nama kyai slamet di keraton Kasunanan Solo. Peristiwa ini sangat dinantikan oleh warga Solo dan sekitarnya, bahkan yang jauhpun rela berpayah-payah. Apa tujuannya ? Tiada lain, untuk ngalap berkah dari sang kerbau, supaya rizki lancar, dagangan laris dan sebagainya. Naudzubillahi min dzalik. Padahal kerbau merupakan symbol kebodohan, sehingga muncul peribahasa Jawa untuk menggambarkannya : “bodo ela-elo koyo kebo”. Acara lainnya adalah jamasan pusaka dan kirab (diarak) keliling keraton.

Itulah sekelumit gambaran kepercayaan masyarakat khususnya Jawa terhadap bulan Muharram (Suro). Mungkin masih banyak lagi tradisi yang belum terekam disini. Kelihatannya tahayul ini diwarisi dari zaman sebelumnya mulai animisme, dinamisme, hindu dan budha. Ketika Islam datang keyakinan-keyakinan tersebut masih kental menyertai perkembangannya. Bahkan terjadi sinkretisasi (pencampuran). Ini bisa dicermati pada sejarah kerajaan-kerajaan Islam di awal pertumbuhan dan perkembangan selanjutnya, hingga dewasa ini ternyata masih menyisakan pengaruh tersebut.

Bagaimanakah pandangan Islam terhadap permasalahan ini silahkan baca kelanjutannya...


Koreksi Bulan SURO!!


Telah dipaparkan diatas, keyakinan sebagian masyarakat seputar Muharram (Suro). Benarkah keyakinan seperti itu ? Jawabnya : Keyakinan di atas adalah salah. Karena mereka menyandarkan nasib mereka, bahagia dan celaka kepada masa, waktu. Padahal waktu atau masa tidak kuasa memberikan apa-apa. Jadi mereka telah jatuh ke dalam perkara yang di haramkan atau kesyirikan. Allah mengkhabarkan keyakinan orang-orang kafir dan orang-orang musyrikin.

“Artinya : Dan mereka berkata : “Kehidupan ini tidak lain hanyalah kehidupan dunia saja, kita mati dan kita hidup, tidak ada yang membinasakan kita selain masa. Dan sekali-kali mereka tidak mempunyai pengetahuan tentang itu, mereka tidak lain hanyalah menduga-duga” [Al-Jatsiyah : 23]

Orang-orang kafir tersebut mengingkari adanya hari kiamat, mati hidup mereka waktulah yang menentukan. Bahagia, celaka dan perputaran hidup mati mereka berjalan seiring dengan bergesernya waktu. Tidak disadari mereka telah mencaci masa. Padahal Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

“Artinya : Allah Ta’ala berfirman : “Manusia menyakiti Aku, dia mencaci maki masa, padahal Aku adalah (pemilik dan pengatur masa) Aku-lah yang mengatur malam dan siang menjadi silih berganti” [Bukhari 4826, Muslim 2246]

Imam Al-Baghawi berkata : “Makna hadits : Dahulu orang-orang Arab terbiasa mencela masa apabila tertimpa musibah. Mereka mengatakan : “Makna tertimpa masa bencana”. Maka jika mereka menyandarkan musibah yang menimpa kepada masa, berarti mereka telah mencaci pengatur masa itu, yang tentunya adalah Allah. Karena pengatur urusan yang mereka lakukan itu pada hakekatnya adalah Allah. Oleh karena itu mereka dilarang mencela masa. [Fathul Majid Syarah Kitab Tauhid, hal. 51]

Syaikh Abdurrahman As-Sa’di dalam Al-Qoulus Sadid mengatakan : “Pencelaan kepada masa ini banyak terjadi pada masa jahiliyah. Kemudian diikuti oleh orang-orang fasik, gila dan bodoh. Jika perputaran masa berlangsung tidak sesuai dengan harapan mereka mulailah mereka mencelanya, bahkan tidak jarang melaknatnya." Semua ini timbul karena tipisnya agama mereka dan karena parahnya kedunguan dan kebodohan. Dikarenakan masa itu tidak mempunyai peranan apa-apa dalam menentuka nasib. Sebaliknya, justru masa itulah yang diatur. Kejadian-kejadian yang terjadi dalam rentang waktu, merupakan pengaturan Allah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Oleh karena itu jika masa dicerca berarti mencaci pengaturnya” [Al-Qoulus Sadid hal. 146]

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin berkata : “Mencela masa terbagi menjadi tiga macam. Yang kedua yaitu pencelaan kepada masa disertai keyakinan bahwa masa itu merupakan penentu. Masa itulah yang menentukan perkara menjadi baik atau jelek. Ini adalah syirik besar. Karena orang tadi berkeyakinan adanya pencipta selain Allah dengan menyandarkan peristiwa-peristiwa kepada selainNya. Setiap orang yang berkeyakinan bahwa ada pencipta selain Allah maka dia kafir. Sama halnya dengan orang yang berkeyakinan adanya illah selain Allah yang pantas untuk disembah, ini juga kafir. Yang ketiga ; pencelaan terhadap masa namun tidak disertai keyakinan bahwa masa itu merupakan penentu. Tetapi Allah-lah yang mengaturnya. Hanya saja dia mencelanya disebabkan pada masa itulah terjadi peristiwa yang tidak dia senangi. Pencelaan ini diharamkan, namun tidak sampai pada kesyirikan. Hal itu lantaran pencelaan kepada masa tidak terlepas dari dua kemungkinan. Jika pencelaan itu disertai keyakinan bahwa masa itu merupakan penentu maka ini syirik. Jika tidak demikian, maka pada hakekatnya pencelaan itu tertuju kepada Allah, karena Allah-lah yang mengatur masa tersebut, menjadi baik atau jelek. Maka ini diharamkan” [Al-Qoulul Mufid Ala Kitabit Tauhid, hal. 351-352]

Oleh karenanya keyakinan bahwa bulan Muharram (Suro) merupakan bulan keramat atau petaka, tidak terlepas dari dua hal bisa haram atau jatuh ke dalam kesyirikan. Belum lagi acara-acara yang menyertainya semisal nyadran ke pantai selatan, jamasan pusaka, kirab kerbau untuk dimintai berkahnya. Tidak diragukan lagi semua itu merupakan syirik besar.

Diantara perkara bathil yang terdapat pada bulan Muharram, seperti dituturkan oleh Ibnul Qayyim : “Diantara hadits-hadits yang bathil adalah hadits tentang memakai celak pada hari Asyura, berhias, banyak berinfak kepada keluarga, shalat dan amalan-amalan lainnya yang mempunyai fadhilah. Padahal tidak ada satupun hadits yang shahih berkaitan dengan amalan tadi. Hadits-hadits yang shahih hanya berkisar mengenai puasa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salam. Selain itu semuanya bathil.

Termasuk perkara yang bathil, menjadikan Asyura sebagai hari penyiksaan dan kesedihan. Ini adalah bid’ah dan mungkar. Ibnu Rajab dalam Latha’iful Ma’arif mengatakan : “Adapun dijadikannya hari Asyura sebagai acara jamuan makan seperti dilakukan oleh Syi’ah Rafidhah, karena untuk memperingati terbunuhnya Al-Husain bin Ali, maka ini termasuk amalan orang yang amalannya sia-sia sedangkan dia menyangka telah berbuat kebaikan. Allah dan RasulNya tidak memerintahkan untuk menjadikan hari dimana para nabi tertimpa musibah dan kematiannya sebagai jamuan makan, apalagi orang selain mereka?!” [Durusun Aamun, Abdul Malik Al-Qasim hal. 11-12].

Bila pada bulan haram amalan shalih dibalas dengan berlipat demikian pula balasan bagi perbuatan maksiat, juga berlipat. Allahu a’lam

[Diringkas dari Buletin Dakwah Al-Furqon Edisi 6 Th 1 Muharram 1422/Maret-April 2002. Diterbitkan Lajnah Dakwah Ma’had Al-Furqon, Alamat Ponpes Al-Furqon Al-Islami Srowo, Sidayu Gresik] [www.almanhaj.or.id]

Baca Selengkapnya Yuuuk......

Rabu, Desember 30, 2009

Hadits Arba'in : 1

Hadits ke-1:

Dari Amirul Mu’minin, Abi Hafs Umar bin Al Khottob radiallahuanhu, dia berkata: Saya mendengar Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda : "Sesungguhnya setiap perbuatan tergantung niatnya. Dan sesungguhnya setiap orang (akan dibalas) berdasarkan apa yang dia niatkan. Siapa yang hijrahnya karena (ingin mendapatkan keridhaan) Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada (keridhaan) Allah dan Rasul-Nya. Dan siapa yang hijrahnya karena dunia yang dikehendakinya atau karena wanita yang ingin dinikahinya maka hijrahnya (akan bernilai sebagaimana) yang dia niatkan."

(Riwayat dua imam hadits, Abu Abdullah Muhammad bin Isma’il bin Ibrahim bin Al Mughirah bin Bardizbah Al Bukhori dan Abu Al Husain, Muslim bin Al Hajjaj bin Muslim Al Qusyairi An Naishaburi dan kedua kitab Shahihnya yang merupakan kitab yang paling shahih yang pernah dikarang) .



Catatan :

Hadits ini merupakan salah satu dari hadits-hadits yang menjadi inti ajaran Islam. Imam Ahmad dan Imam syafi’i berkata : Dalam hadits tentang niat ini mencakup sepertiga ilmu. Sebabnya adalah bahwa perbuatan hamba terdiri dari perbuatan hati, lisan dan anggota badan, sedangkan niat merupakan salah satu dari ketiganya. Diriwayatkan dari Imam Syafi’i bahwa dia berkata : Hadits ini mencakup tujuh puluh bab dalam fiqh. Sejumlah ulama bahkan ada yang berkata : Hadits ini merupakan sepertiga Islam.

Hadits ini ada sebabnya, yaitu: ada seseorang yang hijrah dari Mekkah ke Madinah dengan tujuan untuk dapat menikahi seorang wanita yang konon bernama : “Ummu Qais” bukan untuk mendapatkan keutamaan hijrah. Maka orang itu kemudian dikenal dengan sebutan “Muhajir Ummi Qais” (Orang yang hijrah karena Ummu Qais).



Pelajaran yang terdapat dalam Hadits :

Niat merupakan syarat layak/diterima atau tidaknya amal perbuatan, dan amal ibadah tidak akan mendatangkan pahala kecuali berdasarkan niat (karena Allah ta’ala).

Waktu pelaksanaan niat dilakukan pada awal ibadah dan tempatnya di hati.

Ikhlas dan membebaskan niat semata-mata karena Allah ta’ala dituntut pada semua amal shalih dan ibadah.

Seorang mu’min akan diberi ganjaran pahala berdasarkan kadar niatnya.

Semua perbuatan yang bermanfaat dan mubah (boleh) jika diiringi niat karena mencari keridhoan Allah maka dia akan bernilai ibadah.

Yang membedakan antara ibadah dan adat (kebiasaan/rutinitas) adalah niat.

Hadits di atas menunjukkan bahwa niat merupakan bagian dari iman karena dia merupakan pekerjaan hati, dan iman menurut pemahaman Ahli Sunnah Wal Jamaah adalah membenarkan dalam hati, diucapkan dengan lisan dan diamalkan dengan perbuatan.

Baca Selengkapnya Yuuuk......

Rabu, Mei 14, 2008

Siapakah DR Yusuf Al-Qardhawi?

Sesungguhnya bencana yang tengah menimpa umat dewasa ini adalah menjamurnya kelompok-kelompok orang yang berani memanipulasi (memalsukan) “selendang ilmu” dengan mengubah bentuk syari’at Islam dengan istilah “tajdidi” (pembaharuan), mempermudah sarana-sarana kerusakan dengan istilah “fiqih taysiir” (fiqih penyederahanaan masalah), membuka pintu-pintu kehinaan dengan kedok “ijtihad” (upaya keras untuk mengambil konklusi hukum Islam), melecehkan sederet sunnah-sunnah Nabi dengan kedok “fiqih awlawiyyat” (fiqih prioritas), dan berloyalitas (menjalin hubungan setia) dengan orang-orang kafir dengan alasan “memperindah corak (penampilan) Islam”.

Tokoh yang menjadi pentolannya adalah seorang tukang fatwa lewat parabola, Yusuf Qardhawi, yang berusaha keras menyebarkan gagasan-gagasan pemikiran di atas lewat tayangan-tayangan parabola, jaringan-jaringan internet, konfrensi-konfrensi, studi-studi keislaman, ceramah-ceramah, dan lain-lain.
Lembaran-lembaran kertas yang ada di hadapan pembaca ini memuat ringkasan dari beberapa ide pemikiran tokoh ini (Qardhawi) yang dengan berbagai cara berusaha melariskan ide-ide pemikiran tersebut. Sengaja penulis tampilkan gagasan-gagasan Qardhawi ini sebagai upaya memberi nasehat kepada umat Islam, dan sebagai pernyataan berlepas diri, serta memberi peringatan kepada umat Islam agar selalu waspada terhadap tokoh ini (Qardhawi) dan tokoh-tokoh lain yang seide dengannya.


Penulis tidak berpanjang kalam dalam mengemukakan bantahan terhadap tokoh ini (Qardhawi), karena apa yang akan penulis paparkan di sini masih dipandang kontroversial (nyeleneh) oleh kalangan orang-orang awam. Siapa yang ingin mengetahui secara rinci uraian tentang gagasan-gagasan pemikiran Qardhawi berikut sanggahan-sanggahannya, semuanya telah tercantum di dalam kitab “Al-I’laam binaqdi Al-Kitab Al-Halal wa Al-Haram” (“Kritik terhadap kitab ‘Halal dan Haram’ "Qardhawi) karya Syeikh Shalih Alu Fauzan, juga “AR-Raddu ‘Ala Al-Qardhawi” (Karya Syeikh Muqbil bin Hadi Al-Wadi’iy, pent.), dan kitab-kitab lainnya .


PERTAMA : SIKAP (PENDIRIAN) QARDHAWI TERHADAP ORANG-ORANG KAFIR

Qardhawi bersikap plin-plan dan mematikan aqidah (keyakinan) wala’ (berloyalitas kepada orang-orang beriman) dan bara’ (bermusuhan) dengan orang-orang kafir. Silahkan anda simak gagasan-gagasan pemikiran Yusuf Qardhawi berikut ini :

1. Berkenaan dengan orang-orang Nashrani, Qardhawi berkata :
“Semua urusan yang berlaku di antara kita (maksudnya : kaum muslimin dan orang-orang Nashrani, pent.) menjadi tanggungjawab kita bersama, karena kita semua adalah warga dari tanah air yang satu, tempat kembali kita satu, dan umat kita adalah umat yang satu. Aku mengatakan sesuatu tentang mereka, yakni saudara-saudara kita yang menganut agama Masehi (Kristen) – meskipun sementara orang mengingkari perkataanku ini – “Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu bersaudara”. Ya, kita (kaum muslimin, pent.) adalah orang-orang beriman, dan mereka (para penganut agama Kristen) juga orang-orang beriman dilihat dari sisi lain.

2. Melalui acara yang sama, Qardhawi mengatakan – berkenaan dengan orang-orang Kristen Qibthi (di Mesir) – bahwa orang-orang Kristen Qibthi pun dapat mempersembahkan barisan syuhada’ (orang-orang yang mati syahid). 

3. Qardhawi berkata : “Sesungguhnya rasa cinta (persahabatan) seorang muslim dengan non-muslim bukan merupakan dosa.”

4. Qardhawi berkata : ”Permusuhan yang terjadi antara kita (kaum muslimin) dengan orang-orang Yahudi semata-mata dilatarbelakangi masalah sengketa tanah (wilayah Palestina, pent.) bukan dilatarbelakangi masalah agama”.
Dan Qardhawi menyatakan bahwa firman Allah
لَتَجِدَنَّ أَشَدَّ النَّاسِ عَدَاوَةً لِلَّذِيْنَ آمَنُوا الْيَهُوْدَ وَالَّذِيْنَ أَشْرَكُوْا....
(المائدة : 82)

Artinya : “Niscaya engkau akan dapati orang-orang yang paling keras permusuhannya terhadap orang-orang beriman adalah orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik….” (Q.S. Al Maidah : 82)

hanya berlaku untuk situasi yang ada di masa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bukan untuk situasi di zaman sekarang, di samping itu dapat diketahui bahwa firman Allah pada akhir ayat di atas menjadi dalil (bukti) tentang eratnya hubungan persahabatan orang-orang Nashrani di zaman sekarang dengan kaum muslimin”.
Qardhawi juga mengatakan : “Apabila kaum muslimin kuat kedudukannya, maka berarti kuat pula kedudukan saudara-saudara mereka yang menganut agama Masehi (Kristen) tanpa diragukan sedikit pun. Dan apabila kaum muslimin lemah kedudukannya, maka berarti lemah pulalah kedudukan orang-orang yang menganut agama Masehi (Kristen)”.

5. Qardhawi menyatakan dalam berbagai kesempatan bahwa Islam – menurut klaim Qardhawi – menghormati agama-agama mereka (orang-orang Yahudi dan Nashrani. pent.) yang telah diubah oleh tangan manusia, dan Qardhawi mengatakan bahwa status (kedudukan) orang-orang Yahudi dan Nashrani sejajar dengan status, (kedudukan) kaum muslimin ; mereka boleh mengambil hak-hak mereka secara utuh dan mereka bertanggungjawab melaksanakan kewajiban-kewajiban mereka dengan sebaik-baiknya, sedangkan status tanah air (wilayah negara) menjadi milik bersekutu antara warga negara muslim dan warga negara Nashrani.
Qardhawi menyatakan bahwa Islam menitikberatkan sisi-sisi persamaan antara kita (kaum muslimin) dan mereka (orang-orang Nashrani) dan tidak menitikberatkan sisi-sisi perbedaan, dan bahwa kaum muslimin bersama orang-orang Nashrani semuanya harus berdiri tegak membentuk satu barisan di dalam satu tanah air (negara) yang menjadi milik mereka bersama untuk menentang berbagai penyelewengan, kezhaliman, dan kesewenang-wenangan”.
Qardhawi juga mengatakan bahwasannya jihad itu disyariatkan untuk membela semua agama, bukan hanya untuk membela agama Islam saja. Dan Qardhawi membolehkan (kaum muslimin) memberikan ucapan selamat pada hari besar-hari besar mereka (orang-orang Nashrani) , dan Qardhawi membolehkan (kaum muslimin) memberikan kekuasaan kepada orang-orang non-muslim untuk menduduki jabatan-jabatan dan departemen-departemen.

6. Qardhawi menyatakan bahwa “jizyah” (upeti) hanya diambil dari orang-orang kafir dzimmy manakala mereka tidak ikut berperang membela tanah air (negara). Adapun di zaman sekarang ini, jizyah (upeti) itu tidak boleh lagi diambil dari mereka (orang-orang kafir dzimmy), karena zaman sekarang ini kewajiban untuk masuk tentara (dinas militer) kedudukannya disetarakan antara warga negara muslim dan warga negara non-muslim.

KEDUA : SIKAP QARDHAWI TERHADAP AHLI BID’AH

Pembaca akan dapati bahwa apabila Qardhawi berbicara tentang ahli bid’ah tampaknya ia sedang berbicara tentang lawan (musuh) yang tidak ada waujudnya. Karena pada satu kesempatan Qardhawi berbicara tentang kelompok Mu’tazilah dan Khawarij terdahulu, namun pada kesempatan yang lain Qardhawi memuji para pewaris (pelanjut) faham mereka. Adapun kelompok Raafidhah yang menjadi pewaris aqidah Mu’tazilah dan kelompok Rafidhah ini menambah-nambah (menyusupkan) berbagai kesesatan yang besar ke dalam faham Mu’tazilah yang sepersepuluh (10%) dari kesesatan-kesesatan itu saja cukup untuk menyetarakan mereka (kelompok Rafidhah) dengan Abu Jahal, pembaca dapati Qardhawi membela mereka dan mengaku bersaudara dengan mereka. Bahkan Qardhawi menilai upaya membangkitkan perselisihan dengan mereka sebagai pengkhianatan terhadap umat Islam.

Dan Qardhawi menilai kutukan yang dilontarkan kaum Rafidhah terhadap para sahabat Nabi, tahrif (mengubah lafazh dan makna) Al Qur’an yang mereka lakukan, pendapat mereka bahwa imam-imam mereka terpelihara dari kesalahan (ma’shum), dan pelaksanaan ibadah haji mereka di depan monumen-monumen kesyirikan, dan kesesatan-kesesatan mereka yang lainnya, semua itu hanya merupakan perbedaan pendapat yang ringan dalam masalah aqidah. Demikian pula berkenaan dengan para pewaris (pelanjut) faham Khawarij dewasa ini yaitu kelompok Ibadhiyyah, Qardhawi mengatakan hal yang sama (yakni Qardhawi menilai kesesatan-kesesatan aqidah kelompok Ibhadiyah tersebut hanya merupakan perbedaan pendapat yang ringan dalam masalah aqidah, pent.)
Sedang kelompok Asy’ariyyah dan Maturidiyyah dinilai oleh Qardhawi sebagai kelompok Ahlussunnah dan masalah ini tidak perlu diperdebatkan.

KETIGA : SIKAP QARDHAWI TERHADAP SUNNAH

Qardhawi terbawa arus kelompok rasionalis (pemuja akal) dalam memahami sunnah (hadits) lewat akal mereka yang kerdil dan pemahaman mereka yang rusak. Bertolak dari pemahaman kaum rasionalis (pemuja akal) inilah Qardhawi menolak sebagain sunnah (hadits) dan memalingkan makna sebagian sunnah yang lainnya, yang menurut hawa nafsunya, tidak layak difahami secara lahir. Coba pembaca simak beberapa pendapat Qardhawi dalam mensikapi sunnah (hadits) :

1. Di dalam “Shahih Muslim” terdapat hadits marfu’ (hadits yang rangkaian perawinya sampai kepada Nabi) yang shahih :
"إِنَّ أَبِي وَأَبَاكَ فِي النَّارِ"
Artinya : “Sesungguhnya ayahku dan ayahmu masuk nereka”.
Dan para ulama telah sepakat tentang kepastian hal itu (yaitu bahwa ayah Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam) masuk neraka, pent.)
Qardhawi berkomentar : “Aku katakan : ’Apa dosa Abdullah bin Abdul Muththalib sampai-sampai dia masuk neraka, padahal dia termasuk ahlul Fatrah (orang-orang yang hidup pada masa transisi di antara dua orang rasul, pent.). Menurut pendapat yang benar bahwa mereka (ahlul Fatrah) ini selamat dari siksa neraka’.”

2. Di dalam “Shahih Bukhari” dan “Shahih Muslim” tercantum hadits marfu’ yang shahih :
يُوْتَى بِالْمَوْتِ كَهَيْئَةِ كَبْشٍ أَمْلَحَ
Artinya : “Maut (kematian) akan didatangkan (pada hari kiamat) dalam bentuk seekor domba jantan berwarna sangat biru”. (H.R. Bukhari - Muslim)
Qardhawi berkata : “Telah dapat diketahui dengan yakin (pasti) yang kepastiannya telah ditetapkan oleh akal dan wahyu bahwa kematian itu bukan seekor domba jantan atau sapi jantan atau salah satu jenis binatang”.

3. Di dalam “Shahih Bukhari” tercantum hadits marfu’ yang shahih :
لَنْ يُفْلِحَ قَوْمٌ وَلَوْا أَمْرَهُمْ امْرَأَةً. (رواه البخاري)
Artinya : “Tidak akan beruntung suatu kaum (bangsa) yang menguasakan urusan (pemerintah) mereka kepada wanita”. (H.R. Bukhari)
Qardhawi berkata : “Ketentuan ini hanya berlaku di zaman Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam di mana hak untuk menjalankan pemerintahkan ketika itu hanya diberikan kepada kaum laki-laki sebagai sikap kesewenang-wenangan. Adapun di zaman sekarang ini ketentuan ini tidak berlaku”.

4. Disebutkan di dalam hadits yang shahih :
مَا رَأَيْتُ مِن ناَقِصَاتِ عَقْلٍ وَدِيْنٍ أَسْلَبَ لِلُبِّ الرَّجُلِ الحَازِمِ مِنْ إِحْدَاكُنَّ
Artinya : “Aku tidak pernah melihat makhluk yang kurang sempurna akalnya dan kurang sempurna ketaatan mengamalkan agamanya yang lebih mampu menggoyahkan hati seorang laki-laki yang teguh sekalipun daripada masing-masing orang di antara kalian (kaum wanita)”.
Qardhawi berkata : “Sesungguhnya pernyataan ini terlontar dari ucapan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam untuk bergurau”.

5. Disebutkan dalam hadits shahih :
"لاَ يُقْتَلُ مُسْلِمٌ بِكَافِرٍ"
Artinya : “Seorang muslim tidak dijatuhi hukuman bunuh (hukum qishash) disebabkan membunuh orang kafir”.
Setelah Qardhawi menyatakan bahwa seorang muslim harus dijatuhi hukum bunuh (qishash) disebabkan ia membunuh orang kafir – suatu pernyataan yang bertentangan dengan ketentuan yang terkandung di dalam hadits di atas – Qardhawi berkata :
“Sesungguhnya pendapat ini (pendapat yang mengatakan bahwa seorang muslim harus dijatuhi hukuman qishash lantaran membunuh orang kafir, pent.) adalah pendapat yang benar, yang tidak layak pendapat yang lainnya diterapkan di zaman kita ini. Dan dengan memperkuat pendapat ini, berarti kita telah membatalkan semua argumen (alasan) pendapat lain. Dengan begitu berarti kita telah mengibarkan bendera syari’at Islam yang putih cemerlang (terang-benderang)”.
Dan masih banyak lagi pendapat-pendapat Qardhawi yang meyimpang (sesat) dalam mensikapi Sunnah Nabi di samping pendapat-pendapat Qardahwi yang telah diutarakan di atas.

KEEMPAT : SIKAP QARDHAWI TERHADAP KAUM WANITA

Qardhawi berusaha mengoyak tabir (hijab) yang menutupi kaum wanita dengan berbagai cara yang dapat ia lakukan. Berulangkali Qardhawi menyatakan bahwa memisahkan tempat kaum wanita dari tempat kaum pria hukumnya adalah bid’ah dan tergolong tradisi yang tidak berasal dari ajaran Islam , dan bahwa sekat (pembatas) yang memisahkan tempat kaum wanita dari tempat kaum pria harus dilenyapkan.

Qardhawi berkata dengan redaksi berikut ini : “Dalam usiaku yang telah mencapai 70 tahun aku pernah pergi ke Amerika untuk menghadiri konfrensi-konfrensi Islam. Akan tetapi sangat disayangkan bahwa ceramah-ceramah yang disampaikan dalam konfrensi-konfrensi Islam tersebut diikuti oleh para peserta wanita yang berada di suatu tempat (ruangan), sedang ceramah-ceramah yang diikuti oleh para peserta pria disampaikan di tempat (ruangan) yang lain. Suasana yang serba kaku tampaknya meliputi audiens (hadirin) dan terkesan bahwa mereka meniru-niru tradisi Barat, sehingga mereka berpegang pada pendapat yang kaku dan meninggalkan pendapat yang kuat.

Akibatnya para peserta pria ditempatkan di ruang pertemuan yang terpisah dari ruang pertemuan para peserta wanita.
Mengenai acara yang sama, Qardhawi berkata : “Padahal konfrensi-konfrensi semacam ini merupakan kesempatan bagi seorang pemuda untuk menatap seorang pemudi sehingga hatinya menjadi tertarik, lalu si pemuda dapat leluasa menanyakan tentang identitas si pemudi yang dengan sebab itu Allah bukakan pintu hati muda-mudi tersebut, dan di belakang pertemuan itu terbentuklah keluarga yang islamiy”.

Pada acara yang sama pula (Konfrensi Islam), ketika Qardhawi dihampiri oleh seorang laki-laki yang ditugaskan untuk memberikan kata sambutan sebelum Qardhawi menyampaikan ceramah khusus di hadapan para peserta wanita, Qardhawi berkata : “Telah saya katakan kepada orang laki-laki yang ditugaskan untuk memberikan kata sambutan : ‘Apa peran Anda dalam acara ini ? Seharusnya peran Anda ini digantikan oleh salah seorang akhwat, karena pokok pembahasan yang akan diutarakan dalam ceramah adalah khusus untuk mereka (akhwat). Oleh karena itu salah seorang di antara akhwat itulah yang seharusnya memberikan kata sambutan sebagai pengantar ceramahku, mengucapkan sepatah kata, dan mengajukan pertanyaan-pernyataan, yang dengan cara ini berarti kita melatih mereka (akhwat) dalam bidang leadhersheap (kepemimpinan). Tatapi sayangnya sikap sewenang-wenang dari kaum laki-laki masih saja menimpa kaum wanita sampai-sampai sikap sewenang-wenang ini terjadi dalam urasan-urusan khusus kaum wanita’.”

Qardhawi mengatakan bahwa wanita-wanita yang berhijab pun harus tampil dalam acara-acara televisi dan tayangan-tayangan parabola, dan para wanita harus ikut serta dalam acara-acara pementasan drama dan sandiwara.

Bahkan Qardhawi menuturkan bahwa dia mempunyai dua orang puteri yang telah menamatkan studinya di beberapa universitas di Inggris – di sini sebenarnya Qardhawi ingin mengajak orang untuk mendukung budaya ikhtilath (campur-baur laki-laki dengan para wanita di satu tempat), budaya yang tak tahu malu – sehingga kedua puteri Qardhawi tersebut mandapat gelar doktor, yang satu orang di bidang fisika nuklir dan yang lainnya di bidang biokimia.

KELIMA : QARDHAWI DAN SARANA-SARANA HIBURAN

Yusuf Qardhawi tergolong dalam kategori da’i berkedok agama yang paling terkenal getol mengajak orang untuk mendukung lagu, musik, dan berbagai sarana hiburan dan dia mengemukakan pernyataan semacam ini di berbagai kitabnya dan di berbagai kesempatan :

1. Qardhawi menyatakan diberbagai bukunya bahwa lagu (nyanyian) itu halal , dan nonton film di gedung bioskop itu halal dan baik.
2. Qardhawi menuturkan bahwa dia mengingkari para seniman (artis) yang meninggalkan dunia seni.
3. Qardhawi mendo’akan keberkahan (kebahagiaan) bagi orang-orang yang memakai kalung salib dan mempertontonkannya di depan khalayak ramai lewat pementasan drama yang menampilkan peran tokoh tokoh Salibis (Kristen) yang melakukan penyerangan berkali-kali terhadap pasukan kaum muslimin dalam Perang Salib ketika Qardhawi mengakhiri kata sambutannya. Qardhawi berkata :
“Berjalanlah kalian di atas keberkahan (kabahagiaan) yang dianugerahkan Allah ! Semoga Allah senantiasa menyertai kalian dan tidak menelantarkan kalian dalam melaksanakan tugas-tugas kalian”.
4. Qardhawi menuturkan bahwa dia suka mengikuti (menikmati) lagu-lagu Fa’izah Ahmad, Syaadiyah, Ummu Kultsum, Fairuz, dan penyanyi-penyanyi lainnya.
5. Qardhawi bertutur tentang dirinya bahwa dia hobbi nonton film, menikamati cerita-cerita bersambung, dan nonton sandiwara (drama). Film yang disukai Qardhawi misalnya : “Al Irhaab Wa Al-Kabaab” dengan sutradara ‘Aadil Imam – yang di dalamnya ditampilkan adegan pelecehan terhadap orang-orang yang menganut agama –, film “Layaali Hilmiyyah”, film “Ra’ufat Al’Hujjaan”, film “Ghiwaar”, film “Nuur Asy-Syariif”, film “Ma’aalii Zaayad”, dan film-film lainnya.
6. Qardhawi berfatwa bahwasannya dibolehkan bagi para wanita tampil di layar film dan televisi.

KEENAM : PENYIMPANGAN-PENYIMPANGAN QARDHAWI DALAM MASALAH FIQIH

Qardhawi telah malakukan penyimpangan melalui berbagai pendapat dan pemikirannya dalam masalah fiqih dengan membuang jauh-jauh nash-nash Al-Qur’an dan Al-Hadits serta mengesampingkan pendapat-pendapat para ulama. Silahkan pembaca simak bebarapa penyimpangan (kesesatan) pemikiran Qardhawi dalam masalah fiqih :

1. Qardhawi menyatakan bahwa hukuman “rajam” termasuk kategori “ta’zir” (bukan hadd). Waliyyul Amri (penguasa) berhak membatalkan hukuman “rajam” bila melihat maslahat.
2. Qardhawi berpendapat bahwa riddah (kemurtadan) ada dua macam :
1. riddah mughallazhah (kemurtadan berat) yaitu kemurtadan yang dibarengi dengan tindakan bengis (kejam) untuk menentang masyarakat, oleh karena itu pelakunya harus dihukum bunuh (dihukum mati);
2. riddah mukhaffafah (kemurtadan ringan) yaitu semua jenis kemurtadan selain kemurtadan jenis pertama. Pelaku kemurtadan yang tertakhir ini tidak boleh dihukum bunuh (hukum mati)
3. Qardhawi berpendapat bahwa seorang wanita boleh memegang tampuk kepemimpinan umum.
4. Qardhawi berpendapat bahwa sorangan wanita apabila ikut serta dalam jual-beli dan berbagai jenis mu’amlah, maka persaksiannya disetarakan dengan persaksian seorang laki-laki.
5. Qardhawi berpendapat bahwa mencukur jenggot itu boleh.
6. Qardhawi menyatakan bahwa riba (bunga uang) yang sedikit, 1% atau 2%, dibolehkan dengan alasan untuk kepentingan biaya administrasi.

Di samping Qardhawi membolehkan (memandang halal) lagu, musik, televisi, tayangan parabola, cerita bersambung, isbal (mamanjangkan) kain sampai di bawah matakaki, wanita menampakkan wajah (tidak bercadar), menggambar makhluk bernyawa, nonton drama (sandirwara), menjual khamr (minuman keras) dan daging babi kepada orang kafir, mencangkok anggota badan seorang muslim dengan anggota badan seekor babi, laki-laki berjabatan tangan dengan wanita, berpakaian dengan mode pakaian orang-orang kafir, makan daging binatang yang mati mendadak, wanita bepergian jauh ke luar negeri untuk keperluan belajar (studi) tanpa di temani mahramnya, dan lain-lain.

Tepat sekali ucapan seseorang yang menyatakan bahwa Qardhawi – dengan fatwa-fatwanya dan kelancangannya mengubah syari’at Islam – sesungguhnya dia sedang berteriak kepada semua orang yang menisbatkan dirinya kepada Islam sambil mengucapkan kata-kata kepada mereka dengan lisan tingkahlakunya : “Lakukanlah apa saja yang hendak kalian lakukan ! Karena masuk surga sudah pasti bagi kalian”.

Kita mohon kepada Allah Ta’aala agar Dia memberikan ketabahan (keteguhan hati) kepada kita dalam perpegangteguh pada Islam dan Sunnah, agar Dia melindungi kita dari bahaya pendapat-pendapat semacam ini dan para pencetusnya, dan agar Dia menjadikan kita termasuk orang-orang yang berpegang teguh pada petunjuk Nabi Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam, keluarganya, dan para sahabatnya sampai hari pembalasan.

KETUJUH : QARDHAWI MEMPOSISIKAN MAKHLUK LEBIH TINGGI DARI KHALIQ DAN DIA MENGHARAPKAN NEGARANYA BISA SEPERTI NEGARA ISRAEL

Qardhawi berkata : “Wahai saudara-saudara sekalian, sebelum meninggalkan tempat ini, saya ingin menyampaikan suatu kalimat berkenaan dengan hasil Pemilu Israel. Dulu orang-orang Arab menaruh harapan kepada kesuksesan Perez dan dia sekarang telah jatuh, inilah yang kita puji dari Israel.
Kita berharap nagara kita bisa seperti negara ini (Israel), yaitu karena kolompok kecil seorang penguasa bisa jatuh, dan rakyatlah yang menentukan hukum tanpa ada hitung-hitungan prosentase yang kita kenal di negeri kita 99,99 persen. Sungguh ini semua adalah kedustaan dan tipuan. Seandainya Allah menampakkan diri kepada manusia, maka Dia tak akan mampu mancapai prosentase sebesar ini. Kami mengucapkan selamat kepada Israel atas apa yang telah diperbuatnya.

Sumber:
http://www.ahlussunnah-jakarta.org from sahab
http://www.darussalaf.or.id/ judul "
Siapakah DR Yusuf Al-Qardhawi -hadahullah-"

Baca Selengkapnya Yuuuk......