Photobucket

Jumat, April 04, 2008

Cara Yang Terbaik Dalam Menafsirkan Alquran

Terdapat 4 kaidah/Cara yang terbaik atau yang paling sah dalam menafsirkan Alquran, yaitu:

1. Alquran ditafsirkan dengan Alquran juga.

Mengapa demikian? Jawabannya antara lain:

  • Sebagian ayat menerangkan secara mujmal (garis besar) disuatu tempat dan dijelaskan secara terperinci di tempat yang lain;
  • Sebagian ayat yang ringkas akan diterangkan lebih luas diayat lain;
  • Ayat-ayat Alquran satu dengan yang lain saling membenarkan, bukan saling mendustakan. sebagaimana Firman Allah

" Maka apakah mereka tidak memperhatikan Alquran? Kalau kiranya Alquran itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapati pertentangan yang banyak didalamnya" (QS. An Nisaa' :82).


2. Alquran ditafsirkan dengan hadits atau sunnah Rosulullah shallallahu 'alaihi wa sallam yang shahih.


Sunnah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam merupkakan syarah atau penjelas dan penafsir Alquran, Hal ini sebagaimana Firman Allah :

" Dan Kami turunkan Alquran kepadamu, agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka supaya mereka memikirkan," (QS. An Nahl:44).

dari Ayat yang mulia ini kita mengetahui beberapa hukum dan kaidah, diantaranya :
  • Ketinggian dan kemuliaan Sunnah didalam Islam , yaitu sebagai dasar hukum Islam yang kedua setelah ALquran.
  • Bahwa Alquran tidak berdiri sendiri, tetapi berjalan bersama dengan Alquran.
  • Bahwa tanpa Sunnah mustahil kita dapat memahami dan mengamalkan serta menda'wahkan Alquran dengan benar sesuai dengan yang Allah kehendaki. Contohnya ayat Alquran yang menerangkan tentang Sholat, kita tidak dapat mengamalkannya tanpa adanya Sunnah.
  • Nabi yang mulia shallallahu 'alaihi wa sallam adalah orang yang paling alim terhadap ALquran. Oleh karena itu tidak diragukan lagi kesesatan orang yang menyalahi Sunnah beliau.
  • Bahwa Sunnah adalah wahyu kedua setelah Alquran meskipun tidak dibaca seperti ALquran.

Firman Allah:

"Dan Dia (Muhammad) tidak berbicara menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tidak lain melainkan wahyu yang diwahyukan kepadanya". (QS. An Najm :3&4)

  • Bahwa Sunnah tetap terpelihara dan terjaga keasliannya sebagaimana ALquran.
  • Kesesatan orang yang mendahulukan akal daripada wahyu Alquran dan Sunah.

3. Alquran ditafsirkan oleh para Sahabat.

Apabila kita tidak mendapati tafsir Alquran dari Alquran sendiri maupun dari Sunnah, maka kita kembalikan kepada tafsir para Shahabat khususnya ulama mereka seperti khulafaa-ur raasyidin, Abdullah bin Mas’ud, Ibnu Abbas dan lain-lain. Hal ini karena beberapa sebab antara lain :

  • Mereka lebih tahu tentang Alquran karena mereka hidup pada zaman diturunkannya wahyu. Mereka menyaksikan langsung turunnya wahyu, dimana, kapan dan maksudnya serta kekhususan-kekhususan lain yang tidak diketahui oleh orang-orang yang hidup sesudah mereka.
  • Mereka memiliki pemahaman yang sempurna dan ilmu yang shahih.
  • Mereka beramal shalih.

Berkata Ibnu Mas’ud, “ Kebiasaan seseorang dari kami, apabila mempelajari 10 ayat Alquran, ia tidak melampauinya sampai mengetahui makna-maknanya dan mengamalkannya”. (Shahih. Riwayat Ibnu Jarir di tafsirnya (Juz 1 No:66 bagian mukaddimah tafsir).


Atsar diatas menjelaskan kepada ita beberapa kesimpulan sebagai berikut :
  • Bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam telah menjelaskan makna-makna Alquran kepada para Sahabat.
  • Bahwa para sahabat adalah orang yang paling alim tentang tafsir Alquran dan memiliki pemahaman yang shahih terhadap Alquran.
  • Bahwa para sahabat telah mengamalkan Alquran.
  • Bahwa Tabi’in mengambil tafsir dari para sahabat
4. Alquran ditafsirkan oleh para tabiin atau dikembalikan kepada bahasa arab yang sesuai dengan kaidah-kaidahnya.

Apabila kita tidak mendapati tafsir Alquran dari Alquran itu sendiri atau dari Sunnah dan kita tidak mendapatinya dari sahabat, maka kebanyakan para imam mengembalikannya kepada tafsir para tabi’in. Apabila mereka telah ijma’ (sepakat) didalam menafsirkan suatu ayat maka tidak ragu lagi tafsir mereka menjadi hujjah dan perkataan tafsir yang menyalahi tafsir mereka adalah perkataan tafsir yang sesat. AKan tetapi apabila mereka berselisih, maka perkataan sebagian mereka tidak menjadi hujjah terhadap perkataan sebagian yang lain. Dan para Ulama mengembalikannya kepada keumuman bahasa Arab sesuai dengan kaidah-kaidahnya.
Ketahuilah behwa para sahabat dan tabi’in , mereka tidak akan menafsirkan alquran kecuali mereka telah memiliki ilmunya baik dari ALquran maupun dari Sunnah. Tetapi apabila mereka tidak memiliki ilmunya mereka diam, tidak mau menafsirkannya. Dan inilah yang sesuai dengan kaidah yang ada dalam Islam Yaitu “Berkata ketika mengetahui dan diam ketika tidak tahu.”

Sumber :Al- Masaail Jilid 5 karangan Ust. Abdul hakim Bin Amir Abdat

Anonim mengatakan...

Dan inilah yang sesuai dengan kaidah yang ada dalam Islam Yaitu : “Berkata ketika mengetahui dan diam ketika tidak tahu.”

Saya harus introspeksi diri nieh..
Makasih ya dah diingatkan